Konon, Shiatsu bersumber dari TEATE yang berarti olah tangan. Dalam bahasa formalnya disebut treatment dengan tangan. Pada dasarnya, sejak dulu manusia sudah memiliki insting menekan beberapa area tubuh yang sakit dengan tangan. Bagi masyarakat Jepang, ada legenda yang mengisahkan, TEATE sudah berlangsung sejak 2000 tahun lalu. Tersebutlah bapak dunia medis Jepang, namanya Sukunahikonakami (panjang ya namanya?). Orang ini dipercaya memiliki kemampuan menyembuhkan berbagai penyakit dengan tangannya. Namun cerita tersebut hanya legenda, boleh percaya, boleh tidak. Kenyataannya Shiatsu sudah terlanjur populer di dunia.
Ishinbo, sebuah buku kesehatan tertua Jepang ditulis oleh Yasuyori Tuba (tahun 984), menunjukkan bahwa sebelum Shiatsu lahir, ada tekhnik pengobatan Kampo yang diadopsi dari China melalui penyebaran agama Buddha. Pengobatan Kampo umumnya terdiri dari acupuncture, moxibustion, dan Chinese medicine. Kampo bertahan hingga Revolusi Meiji (1867), juga sampai periode Edo. Namun, diakhir pemerintahan Edo, Kampo mendapat saingan. Genpaku Sugita dan Ryoutaku Maeno berhasil memperkenalkan treatment dari dunia barat yaitu massage, chiropractic, osteopathy dan spongio. Selain itu, masih ada lagi bermacam-macam terapi yang diadopsi dari negara lain. Bila dijumlahkan bisa mencapai lebih dari 300 jenis.
Khusus Shiatsu diartikan sebagai tekanan jempol dan jari-jari tangan. Meski terdengar simpel, tekniknya sangat rumit. Karena itu para pemijat Shiatsu terlebih dulu harus belajar menekan tubuh dengan menggunakan ibu jari dan telapak tangan. Mereka harus melakukan pemijatan ke bagian tubuh sesuai dengan susunan syaraf, langsung dibimbing para praktisi yang benar-benar berpengalaman. Kata Shiatsu pertama kali pakai oleh Tenpeki Tamai pada tahun 1920. Masyarakat benar-benar mengenal Shiatsu tahun 1925, tepatnya setelah Tokujiro Namikoshi membuka satu klinik treatment di Muroran, Hokkaido.
Tahun 1934, Tokujiro Namikoshi membuat artikel tentang “Shiatsu Therapy and Physiology”. Enam tahun kemudian, Tokujiro membuka The Japan Shiatsu College. Sekolah ini telah melahirkan praktisi-praktisi Shiatsu yang handal. Setelah perang dunia kedua, gaya hidup masyarakat Jepang berubah. Perubahan ini memberi dampak pada dunia pengobatan tradisional termasuk Shiatsu. Sebelum membuka praktek, para lulusan The Japan Shiatsu College harus mendapat sertifikat resmi dari Metropolitan Police Board Act Ein. Upaya ini berhasil dengan baik mengangkat nama Shiatsu. Puncaknya terjadi tahun 1955 ketika pengadilan Jepang memberi pengakuan resmi pada treatment Shiatsu. Pada tahun 1957, Tokujiro Namikoshi sang pendiri sekolah Shiatsu, menulis buku “Theory and Practice of Shiatsu”. Buku ini diterbitkan oleh The Medical Department of The Ministry of Welfare, sekarang menjadi The Ministry of Health, Labor and Welfare.
Shiatsu dipercaya sangat efektif menyembuhkan berbagai gangguan saraf, seperti sakit pinggang, sindrom kanal karpal, radang sendi, salah urat, leher dan bahu kaku, migrain (sakit kepala sebelah), serta insomnia (susah tidur). Shiatsu juga dianggap bisa menghilangkan rasa sakit, meningkatkan relaksasi, dan mampu memberikan sensasi luar biasa pada tubuh.